koding

Selamat Datang di Laman Situs Hindu- Budha Kawasan Sumatera, Madura, dan Kalimantan Republik Indonesia. Selamat Menambah ilmu. Lestarikan Cagar Budaya Kita ! Sadarkan Masyarakat Kita ! UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR:PM.49/UM.001/MKP/2009 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA DAN SITUS.

Rabu, 17 Oktober 2012

CANDI SOLOK SIPIN

PROVINSI JAMBI
Kota Jambi

     Candi Solok Sipin terletak di tepi Batanghari ,Kecamatan Jambi Kota, Kota Jambi . Jarak dari tepian sungai sekitar 200 meter. Keadaan permukaan tanahnya berbukit-bukit gelombang lemah. Keadaan permukaan tanahnya tidak rata. Seluruh areal situs berukuran sekitar 10 km²,  Pada tahun 1954 situs ini pernah dikunjungi oleh tim dari Dinas Purbakala. Pada waktu pertama kalinya dikunjungi keadaan situs masih berupa semak belukar yang ditumbuhi lalang dan tanaman perdu.Tragisnya, tahun 1970 an buldozer diizinkan untuk melewati situs arkeologi ini untuk pembangunan rumah. Hal ini mengakibatkan rekonstruksi situs tidak bisa dilakukan , karena banyak rumah yang dibangun di atas lokasi yang harusnya digali . Sisa -sisa batu bata pun ditumpuk dalam 4 kelompok di dalam Candi Solok Sipin . Dan ekskavasi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional tahun 1983 hanya  ber­hasil menampakkan sisa fondasi bangunan bata candi pada aera yang belum dibangun perumahan . 
     
Peninggalan yang ditemukan di Candi Solok Sipin antara lain :    

     Empat buah makara, masing-masing berukuran ting­gi 1,10 meter, 1,21 meter, 1,40 meter, dan 1,45 meter. Pada setiap makara mempunyai hiasan rāksasa yang digambarkan seolah-olah berdiri sambil membuka mulut makara. Setiap rāksasa mem­bawa tali dan sebuah tongkat besar yang di bahagian hujungnya ter­dapat hiasan kuntum bunga.


 








     Makara yang berukuran 1,45 Meter, foto kiri dari empat buah makara yang ditemukan dari Solok Sipin mempunyai tarikh 986 Śaka atau 1064 Masehi dan tulisan yang berbunyi : //(pasumba) lini mpu Dharmmawira (?)//i śaka 986//.  Prasasti angkatahun ini ditemukan pada tahun 1902 dan pertama kali dibaca dan diter­bit­kan oleh Brandes (NBG 1902: 34-36). Hiasannya berupa dua rāksasa yang masing-masing meme­gang lingkaran tali di hadapan bahu kanannya, dan satu rāksasa lagi mem­biarkan lingkaran tali jatuh di bahagian pinggang sebelah kiri. Kedua rāksasa terse­but digambarkan memakai kain cawat, subang telinga, gelang tangan, dan gelang kaki. Hiasan­nya yang dipahatkan pada makara menun­jukkan suatu gaya seni yang tinggi yang  dapat disejajarkan dengan gaya seni yang terbaik di Jawa yang berkembang pada abad ke-8 Masehi (Suleiman 1976: 3). Dilihat ukuran makara yang cukup besar, menunjukkan berasal dari sebuah bangunan yang besar. Makara dengan prasasti angka tahun ini sekarang disim­pan di Musium Nasional, Jakarta, dengan nomor inventaris 459b, sedangkan pra­sastinya bernombor D.110.

Arca Buddha yang sekarang disimpan di Museum Nasional . Arca ini digambar­kan dalam sikap berdiri dan memakai jubah yang seolah-olah transparan. Bentuk wajahnya bulat dengan kedua telinga yang panjang, usnīsha-nya rendah, dan leher yang berlipat-lipat. Keadaan arca sudah rusak dengan kedua belah tangannya telah hilang dan bagian hidung rusak. Tinggi arca keseluruhan 1,72 meter. Arca Buddha ini ditemukan di antara runtuhan bangunan Candi Sekarabah dan Candi Kuto. Menurut dugaan Satyawati Suleiman arca ini ber­lang­gam Post-Gupta yaitu seni aliran Pāla, seperti yang ditemukan juga di Borobudur dan Pram­banan (1976: 4). Tetapi Nik Hassan menduga berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi (Shuhaimi 1992: 47). Selain yang disimpan di Museum Nasional , terdapat pula yang disimpan di Museum Negeri Jambi yakni Stupa berukuran 4 meter dan lapik  . Stupa yang ditemukan ini menunjukkan bahwa Candi Solok Sipin adalah Candi Buddha . Dan adanya lapik menunjukkan bahwa ada sebuah arca yang harusnya ada di atasnya .


                             Lapik Arca                                                                Stupa

BIARO SIMANGAMBAT

PROVINSI SUMATERA UTARA 
Kabupaten Mandailing Natal

     Secara administratif situs Biaro Simangambat termasuk wilayah Lingkungan VI, Kelurahan Simangambat, Kecamatan Siabu, Kabupaten Mandailing-Natal .Bentang lahan situs Simangambat merupakan daerah aluvial dengan ketinggian sekitar 200 m dari permukaan air laut. Bentang aluvial di daerah ini terbentuk sebagai hasil sedimentasi DAS Batang Angkola yang diapit oleh jajaran Pegunungan Bukit Barisan di sisi barat dan timurnya. Bentukan lembah di sepanjang DAS Batang Angkola yang tidak terlalu lebar ini merupakan daerah yang subur, sehingga banyak masyarakat daerah ini yang bercocoktanam padi sawah (Oryza sativa). Saat ini sawah-sawah tersebut telah diairi oleh irigasi teknis yang memungkinkan para petani menanam padi 3 kali dalam setahun. Selain ditopang oleh irigasi teknis, masih banyak juga sawah-sawah yang diairi oleh sungai-sungai kecil di sepanjang DAS Batang Angkola, antara lain Sungai Aek Muara Sada yang mengalir di daerah Simangambat dan Sungai Aek Siancing yang mengalir di daerah Siabu.
     Situs Biaro Simangambat sendiri dilaporkan pertama kali oleh Schnitger pada tahun 1937. Pada saat itu dikatakan bahwa candi ini berupa candi bata yang sudah runtuh terdiri dari bangunan induk dan beberapa perwara. (Schnitger, 1937). Batu-batu candi yang berelief kemudian dikumpulkan pada sebuah tanah lapang (ibid, 1937). Tinjauan kedua dilakukan oleh Bennet Bronson pada tahun 1970 an , dan dikatakan bahwa candi ini sudah ditutupi oleh tanah dan alang-alang. Tim Puslitbang Arkenas melakukan survei dan pendataan pada tahun 2007, candi diketahui hanya berupa gundukan yang dibagian permukaannya ditutupi semak belukar dan batu berelief berserakan di sekitarnya. Menurut Bronson (1973) sebagian batu berelief sudah hilang atau diambil oleh penduduk dan digunakan sebagai tangga atau umpak rumah, serta tungku untuk memasak nilam. Lokasi candi juga sudah berubah menjadi kebun Pohon Pinang.
     Kemudian pada tahun 2008, tim Pulitbang melakukan ekskavasi pertama kali di situs ini. Hasilnya adalah ditemukan pintu masuk candi yang berada di sisi timur, beserta salah satu makara, kepala kala, lapik kala dan dorpeel, dan ceplok bunga hiasan makara. Bentuk makara candi ini berbeda dengan makara pada umumnya di candi-candi Padang Lawas. Pada tahun 2009, tim Puslibang Arkenas melanjutkan penelitian di candi ini. Bersama-sama dengan tim dari Balai Arkeologi Medan, tim membuka 24 kotak atau grid. Hasil dari ekskavasi ini, delapan puluh persen bagian candi berhasil ditampakkan.Kegiatan penelitian tersebut juga menghasilkan beberapa artefak sebagai temuan permukaan dan hasil ekskavasi di situs itu. 
    Adapun beberapa batu candi yang masih terdapat di sekitar Biaro Simangambat adalah fragmen ambang pintu berbentuk kepala kala dan fragmen batu berelief pilar. Fragmen ambang pintu candi terbuat dari batu pasir (sandstone) berukuran 50 X 50 X 20 Cm. Muka kala ini mempunyai mata bulat, hidung lebar, dan pipi tebal. Di bagian bawah muka kala ini dipahat sulur-suluran. Di bagian atas batu ini merupakan bidang datar dan terdapat goresan di tepinya yang diduga merupakan takikan untuk mengaitkan batu di bagian atasnya. Demikian juga pada fragmen batu berelief pilar juga terdapat lubang berbentuk segi empat, yang fungsinya diperkirakan sebagai batu kunci .

    Hasil analisis terhadap artefak-artefak yang ditemukan di permukaan tanah maupun hasil ekskavasi adalah:
A. Teknologi bangunan candi
   Candi Simangambat berukuran 4 x 4 m dengan pintu candi berada di sisi timur. Bahan bangunan terdiri dari bata dan batu pasiran, umumnya bahan bata berada pada bagian dalam. Bahan batu pasiran (sandstone) berada pada sisi luar dan umumnya memiliki fungsi dekoratif dan berelief. Konstruksi fondasi candi memakai sistem batu isian, hal ini nampak pada kotak ekskavasi yang menunjukkan adanya ruangan struktur bata dengan batu isian yang terdiri kerakal dan pecahan bata di dalamnya. Pada beberapa batu pasiran berfungsi sebagai bagian dari sistim ikatan batu kunci dan beberapa bata berbentuk sudut yang juga berfungsi sebagai batu kunci.

B. Dekorasi dan seni hias
    Sebagian besar relief dekorasi candi/ biaro Simangambat tertatah pada batu candi dari bahan batu pasiran (sandstone). Berbeda dengan dekorasi candi /biaro di Padang Lawas atau Sumatra Utara pada umumnya. Dekorasi di candi/ biaro ini nampak lebih raya dengan teknik high relief. N.J Krom (1923) dalam tulisannya menyebutkan bahwa peninggalan-peninggalan di Padang Lawas disebut "on Javaansch" yang berarti "gaya seni pahat bangunan-bangunan di Padang Lawas tidak mirip dengan gaya seni pada bangunan-bangunan di Jawa

". Ia melihat banyaknya persamaan dengan pahatan di India Selatan atau Asia Tenggara daratan (Myanmar, Thailand, dan Vietnam). Selanjutnya Krom menghubungkan peninggalan di Padang Lawas dengan Śrīwijaya. Akan tetapi apakah gaya seni di Simangambat ini termasuk yang disebut Krom di atas, hal ini masih diperlukan telaah dan penelitian lebih lanjut.
 


C. Unsur keagamaan
   Pada ekskavasi tahun 2009, di bawah makara candi ditemukan arca Nandi. Dengan adanya temuan ini maka dapat dipastikan bahwa candi /biaro Simangambat merupakan candi berunsur agama Hindu. Selain arca Nandi, pada bagian lain dari candi ditemukan dua buah periuk yang setengah tertanam. Keduaperiuk tersebut ditemukan pada sisi luar dinding candi bagian utara berisikan beberapa fragmen emas, batuan kecil seperti serpih bilah, pecahan kaca, dan beberapa 
manik-manik. Setelah diangkat dan dibersihkan, isi dua buah periuk atau guci pendeman yang ditemukan pada kotak S6T5 spit 5 (125 cm), adalah berupa fragmen emas seberat 3 gr dengan kadar 20 karat, batuan serpih bilah, fragmen kaca, dan manik-manik. Fungsi periuk dan isinya ini masih belum diketahui secara pasti dan masih jarus diteliti lebih lanjut.

Sumber ( dengan perubahan):
Tinjauan Arsitektur Candi Simangambat