koding

Selamat Datang di Laman Situs Hindu- Budha Kawasan Sumatera, Madura, dan Kalimantan Republik Indonesia. Selamat Menambah ilmu. Lestarikan Cagar Budaya Kita ! Sadarkan Masyarakat Kita ! UU No. 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya. PERATURAN MENTERI KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA NOMOR:PM.49/UM.001/MKP/2009 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN BENDA CAGAR BUDAYA DAN SITUS.

Selasa, 23 Agustus 2016

Biaro Bara - Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara

Kondisi situs 
Biaro Bara terletak di Desa Bara, Kecamatan Padang Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara, secara geografis terletak pada 10◦13’ BT dan 1◦29’LU meredian Jakarta (Tim Penelitian 1995: 1). Biaro dengan luas 120 X 120 meter tersebut telah dipagar kawat berduri oleh Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Sekitar 100 meter di sebelah utara biaro tersebut mengalir Sungai Pane.

Hasil penelitian
a) Biaro Induk 
Biaro induk dalam keadaan tertimbun tanah, terletak di tengah halaman agak ke barat. Dari hasil penggalian diketahui bahwa denah biaro induk bujur sangkar dengan ukuran 8,6 m², dan arah hadap ke timur (Tim Penelitian Balar Medan 1995: 26).


Gambar 1.

b) Biaro Perwara A
 Biaro Perwara A terletak di depan (timur) biaro induk, juga dalam keadaan tertimbun tanah. Dari hasil penelitian diketahui denah biaro perwara A berbentuk persegi empat (mandapa) berukuran 12 X 11,56 meter dengan tinggi 1 meter, orientasi ke timur. Sisa-sisa struktur tangga berada di timur (Tim Penelitian Balar Medan 1995: 26).
c) Biaro Perwara B
 Biaro Perwara B berada 15 meter di sebelah barat daya dari biaro induk  yang juga berbentuk persegi empat berukuran 9 X 3 meter dan tinggi 0,5 meter (Tim Penelitian Bara 1997: 2). Selain bangunan monumental, di Biaro Bara juga ditemukan artefak lepas yaitu :

d) Arca Penjaga 
Arca dari batu berukuran tinggi 107 cm, lebar 40 cm dan tebal 25 cm. merupakan temuan ekskavasi Balar Medan 1995. Arca dititpkan di rumah Kepala Desa Bara. Arca tokoh tersebut bagian kepalanya sudah hilang, tubuhnya terpotong dua, yaitu di bagian paha. Bertangan dua, tangan kanan memegang
benda menyerupai trisula. Mengenakan kain dengan motif jlamprang, kalung dan upawita berbentuk untaian mutiara, kelat bahu berhias ceplok bunga (Tim Penelitian 1995: 22).  Berdasarkan atas trisula yang dipegang tokoh, dan kalung serta kelat bahu yang tidak berbentuk ular kobra maka R.M Susanto menyimpulkan bahwa arca tersebut merupakan arca Dewa Siwa Mahadewa (Tim Penelitian 1995: 23). Menurut penulis, arca tersebut adalah arca penjaga karena kain yang dipergunakan sama seperti halnya arca-arca penjaga lain di Padang Lawas. Demikian juga tangannya yang hanya dua, karena Dewa Åšiwa memiliki 4 tangan.
e) Lapik arca 
Lapik terbuat dari batu pasir, berbentuk persegi panjang, dengan pancuran berbentuk kepala naga. Ukuran lapik tinggi 28 cm, lebar 58 cm, dan panjang seluruhnya 113 cm. Lapik terletak di permukaan gundukan di sebelah utara biaro induk (Suleiman 1976: 22).   Berdasarkan temuan tersebut Schnitger menduga biaro Bara diperuntukkan bagi Åšiwa, satu-satunya yang ada di Padang lawas karena temuan lain menunjukkan latar agama Buddha (Schnitger 1937: 105). Tepi lapik bagian tengah dihias ceplok bunga dalam bingkai jajaran genjang sedangkan pada tepi lapik bagian atas dihias flora. Kini tidak diketahui lagi keberadaan lapik tersebut, terakhir masih terlihat di Biaro Bara pada tahun 2000. 

f) Umpak
Umpak dari batu disimpan di site-museum Bahal-1. Bentuknya seperti miniatur candi, yaitu bagian bawah dan atas lebar, sedangkan bagian tengah kecil. Lapik bagian bawah berukuran panjang 53 cm, lebar 53 cm dan tebal 18 cm; sedangkan ukuran lapik bagian atas panjang 47, lebar 48 dan tebal 17 cm. Bagian bawah berbentuk pelipit-pelipit yang terbagi dalam 8 sisi. Lapik segi empat ini pada bagian atasnya terdapat lubang berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 47 cm; lebar 16 cm; dan kedalaman 5,5 cm

g) Fragmen Kemuncak Bangunan
Kemuncak terbuat dari batu berbentuk kuncup bunga, kini berada di site-museum Bahal-1. Kondisipatah di bagian ujung atasnya. Bagian bawah kemuncak terdapat batu yang menonjol yang berfungsi sebagai pasak yaitu berdiameter 16 cm. Ukuran tinggi 43 cm; diameter bagian bawah 57 cm; diameter bagian atas 18 cm. 

h) Sandaran arca berbentuk prabha 
Sandaran arca berbentuk prabha menggunakan bahan perunggu merupakan artefak yang ditemukan oleh Schnitger pada saat melakukan penelitian pada Biaro Bara tahun 1935, artefak tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Sandaran arca berbentuk melengkung di bagian pinggiran, sedangkan bagian atas mengecil. Pada sekelilingnya berhias pola lidah api dan pola deretan bulatan, puncaknya berhias kepala kala, di bawah kala terdapat kepala gajah. Bagian bawah sandaran tersebut
berupa makara. Kedua tepi sandaran di bagian bawah dihubungkan dengan bagian yang melintang. Di tengah agak ke atas terdapat bulatan berhias pola padma, ke bawah dihubungkan dengan bagian dasar dengan bagian yang tegak.  
i) Fragmen sandaran arca 
Fragmen sandaran arca berbahan perunggu disimpan di Museum Negeri Sumatera Utara. Bentuknya seperti pilar tegak, bagian atas berbentuk lotus bulat, di atasnya semacam pasak. Pada bagian samping berhias pola lidah api dan berlubang sepanjang pilar, tempat menempelnya bagian lain dari fragmen ini. Bagian bawah pilar sisi belakang menonjol dan berlubang tempat memasukkan pasak. Bagian bawah depan berupa singa duduk mengarah ke samping. Kaki depan dan belakang singa ditekuk ke depan, mulut terbuka, surai di bawah mulut bersusun dua, ekor mengarah ke atas, ke hiasan lidah api. 

j) Dua fragmen bata dengan jejak tapak kaki binatang
Dua fragmen bata dengan jejak tapak kaki binatang, masing-masing diperkirakan merupakan tapak kaki harimau dan beruang, keduanya merupakan hasil ekskavasi Balai Arkeologi Medan tahun 1997 (Tim Penelitian Bara 1997). Bata dengan jejak kaki binatang diduga bukan sengaja dibuat tetapi disebabkan oleh adanya binatang yang melewati bata saat bata dalam keadaan belum kering. Bata dengan jejak kaki binatang ditemukan juga di situs Muara Jambi. Pada situs Muara Jambi di samping bata dengan jejak tapak binatang juga ditemukan bata bertulis, bata bercap, dan bata bertanda (Sukarjo 1985: 123). 

Sumber : Susetyo,S. (2010). Kepurbakalaan padang lawas, sumatera utara : tinjauan gaya seni bangun, seni arca, dan latar keagamaan. Unpublished undergraduate thesis, Universitas Indonesia, Jakarta.

Tidak ada komentar: